“Andrew gamau playing galasin, mommy said it’s jangan. Playing galasin itu apa? Mommy said nanti bisa jatoh”. Sambil mengernyitkan dahi, bocah laki-laki berusia hampir lima tahun ini pun berkomentar ketika saya ajak bermain galasin di halaman depan rumah. Kemudian ia ngeloyor pergi sambil membawa Ipadnya dan mencari sofa yang nyaman untuk kembali bermain game Transformers favoritnya. Saya hanya bisa tersenyum tanpa berkata satu patah kata pun. Muncullah pertanyaan-pertanyaan dalam benak saya disusul dengan kekhawatiran akan masa depan bangsa Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan apakah yang membuat saya kemudian menjadi khawatir akan masa depan bangsa Indonesia hanya dengan mendengar komentar seorang anak laki-laki polos yang lebih memilih bermain game dengan gadget terbaru dibandingkan bermain galasin di halaman depan rumah?
Kebanyakan anak-anak jaman sekarang, khususnya yang dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarga yang mampu, dididik menjadi seseorang dengan orientasi kebarat-baratan yaitu dibiasakan berbicara dalam bahasa asing, mengenal produk-produk luar negeri, bermain dengan gadget terbaru, dan lain sebagainya. Sepintas, hal-hal ini tidak buruk, baik malah. Anak-anak jadi siap menghadapi era globalisasi dan siap bersaing dengan anak-anak lain dari seluruh dunia. Dengan bahasa inggris yang lancar, kemampuan teknologi yang sudah tidak diragukan lagi, serta wawasan yang luas, kelak anak-anak ini pasti akan tumbuh menjadi anak yang hebat dan berprestasi. Namun tidakkah terpikir apabila kapabilitas, kecerdasan, serta wawasan yang luas apabila tidak disertai dengan jiwa nasionalisme, akan dapat digunakan untuk mengharumkan nama bangsa Indonesia? Lalu untuk apa anak-anak ini menjadi hebat tetapi lupa dengan ibu pertiwinya? Tidak hafal lagu Indonesia Raya, apalagi lagu Ampar-Ampar Pisang, tidak hafal Pancasila, tidak tahu esensi dari Bhineka Tunggal Ika, tidak tahu betapa pentingnya NKRI, dan tidak pernah menyentuh buku UUD 1945. Mereka tidak paham ini bukan mereka tidak mau memahaminya, tetapi sejak pendidikan awal mereka yaitu di keluarga serta di taman bermain, mereka tidak pernah diperkenalkan tentang pilar-pilar keIndonesiaan yang telah susah payah dirumuskan oleh Bapak-Bapak pejuang kemerdekaan kita atau kita kenal dengan The Founding Fathers.
Jawaban Singkat : Pendidikan.
Pilar-pilar keIndonesiaan ini bukanlah sekedar formalitas atau aturan normatif saja, namun merupakan identitas bangsa Indonesia yang harus dimiliki oleh semua warga negaranya. Didalam pilar-pilar keIndonesiaan (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI) tertanam segala macam hal-hal baik yang bila jeli kita perhatikan akan mendapatkan makna yang sangat mendalam. Makna yang sangat mendalam karena keempat pilar ini hanya sesuai dan cocok bagi warga Negara Indonesia, bukan bangsa Negara lain. Nilai keIndonesiaan yang diwujudkan dalam keempat pilar yang telah disebutkan sebelumnya wajib dijadikan karakter dari seluruh manusia Indonesia. Terutama karakter tangguh, gigih, bekerja keras pantang menyerah serta karakter kompetitif yang tidak mudah puas akan sesuatu yang telah dicapai. Karakter-karakter ini pun tidak serta merta muncul ke permukaan cakrawala Indonesia, namun melalui sebuah proses panjang yang berliku-liku. Sejak awal mula nenek moyang kita yang tangguh dan berkuasa, kemudian penderitaan rakyat Indonesia akibat penjajahan selama berabad-abad, sampai pada akhirnya muncullah pergerakan nasional bangsa Indonesia yang mencapai kemerdekaan. Karakter tangguh dan kompetitif muncul berkat proses yang cukup panjang. Alangkah baiknya bila kita semua segera sadar dan menanamkan karakter pokok ini kedalam diri pribadi kita masing-masing sebagai warga Negara Indonesia. Lantas bagaimanakah kita menanamkan karakter keIndonesiaan ini pada generasi-generasi baru yang sudah banyak “tercemar” pengaruh era globalisasi yang semakin membuat mereka menjauh dari nilai-nilai yang telah ditanamkan oleh para leluhur kita? Saya rasa jawaban yang paling tepat adalah melalui pendidikan. Pendidikan adalah hal yang tidak terbatas. Dengan berpendidikan, manusia dapat lebih bijaksana dalam menentukan sikap, karena manusia memiliki pengetahuan yang cukup akan suatu hal. Manusia juga dapat memiliki cita-cita dan motivasi lebih karena Ia berwawasan luas. Berpendidikan dapat membuat manusia miskin menjadi manusia kaya. Pendidikan adalah segala-galanya. Pendidikan tidak hanya kita dapatkan di sekolah, tapi terlebih didalam keluarga dan kehidupan sehari-hari.
Anak-anak generasi masa kini harus dibekali pendidikan cinta tanah air dan karakter keIndonesiaan sejak dari rumah (keluarga), karena rumah merupakan titik nol dimulainya pembentukan karakter seorang anak. Keluarga Indonesia harus diberi himbauan untuk mengedepankan paham nasionalisme yang tidak boleh disepelekan demi perkembangan generasi masa kini yang nantinya akan menjadi pemimpin dan warga Negara Indonesia masa depan. Selain itu, rasanya pemerintah Indonesia perlu merombak sistem pendidikan di Indonesia yang menurut saya kurang berhasil diimplementasikan sebagaimana seharusnya, melihat masih banyaknya siswa yang tidak lulus ujian nasional, serta praktek-praktek kecurangan dalam ujian nasional yang justru merupakan bibit-bibit praktek korupsi sejak dini, sebagian besar anak-anak juga merasa terbebani oleh kegiatan belajar di sekolah, bukannya mereka bersemangat mengenyam pendidikan di sekolah. Hal yang teramat ironis.
Sekolah Impian
Saya memiliki cita-cita serta pemikiran mengenai sekolah yang cocok bagi karakter bangsa Indonesia. Sebetulnya akan panjang sekali apabila saya ceritakan mengenai mimpi saya mengenai sekolah ini. Saya bertekad akan mewujudkannya kedalam proyek nyata suatu saat nanti. Dari segi fisiknya, sekolah ini akan dibangun di tiap-tiap provinsi di Indonesia dengan basis kurikulum yang sama. Sekolah ini diutamakan bagi anak-anak Indonesia yang kurang mampu dalam segi finansial namun memiliki tekad dan semangat yang kuat untuk mengenyam pendidikan, namun tidak menutup kemungkinan untuk siwa mampu yang ingin bersekolah disini juga. Bangunan sekolah ini berlokasi di daerah yang cenderung jauh dari hingar bingar kota, mungkin letaknya berada di pinggir kota. Dengan lahan yang luas dan suasana yang rindang, sekolah ini dilengkapi dengan fasilitas memadai yang secukupnya. Sekolah ini menerapkan sistem asrama bagi seluruh siswanya. Sistem asrama memiliki tujuan membangun kemandirian siswa serta rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesamanya, selain itu juga untuk mendukung konsentrasi belajar agar siswa selalu fokus dan dapat menyerap setiap pelajaran dengan baik tanpa ada gangguan.
Sekolah ini berbentuk seperti sekolah nasional biasa, dengan kurikulum dan mata pelajaran yang sama seperti yang diterapkan saat ini. Namun, untuk mengedepankan tujuan kemandirian, ketangguhan, dan jiwa kompetitif, sekolah ini mengutamakan pendidikan karakter yang diwujudkan menjadi mata pelajaran didalam sekolah ini. Pendidikan budi pekerti dan kewarganegaraan tidak hanya berupa teori yang normatif, namun lebih menonjolkan praktek langsung terhadap sesama dan kehidupan. Bagaimana menjadi warga Negara Indonesia yang baik, bagaimana memperlakukan sesama, bagaimana menjaga kelestarian lingkungan hidup, serta mengapa harus melakukan semua hal ini, apa tujuan baiknya dan apa dampak buruknya apabila tidak dilakukan adalah menjadi salah satu hal penting yang harus dipelajari. Tujuannya adalah supaya siswa tahu mengapa mereka harus mempelajari hal ini. Pendidikan budi pekerti / kewarganegaraan merupakan poin nomor satu dari kurikulum sekolah ini. Kita sebut saja Sekolah Impian.
Sekolah Impian ini disubsidi oleh pemerintah, tetapi bukan berarti lantas siswa-siswanya menjadi manja dan tidak memiliki kewajiban untuk berusaha. Indonesia membutuhkan minimal 2% dari total penduduknya untuk menjadi wirausahawan/ entrepreneur. Maka dari itu, poin kedua dari kurikulum sekolah ini adalah untuk mendidik para siswanya bukan sebagai pencari lapangan kerja, tetapi untuk menjadi pencipta lapangan kerja. Menurut data statistik, saat ini jumlah entrepreneur di Indonesia baru mencapai 0,4 %. Angka yang masih sangat butuh ditingkatkan. Saat sekarang inilah saat yang tepat untuk merubah persepsi generasi masa kini untuk memiliki jiwa entrepreneur yang kelak akan menciptakan lapangan kerja, dan bukannya setelah lulus justru sibuk mencari lapangan kerja. Indonesia butuh usaha lebih dari kita semua! Mata pelajaran ini akan membimbing siswa-siswa untuk merasakan kerja keras menghasilkan suatu produk yang kemudian mereka pasarkan. Para siswa harus mengenal arti kerja keras sesungguhnya yang kelak akan mereka hadapi di kehidupan nyata. Apabila sejak dini sudah dilatih, maka di masa depan akan menjadi berpengalaman dan terlatih sehingga tidak tersingkir dari persaingan dengan dunia luar. Pendidikan entrepreneurship sejak dini ini mengacu pada jejak bangsa China yang kini kita ketahui memiliki perkembangan yang amat pesat dalam sektor ekonomi dan saat ini sedang dalam upaya mensejahterakan seluruh warga negaranya.
Sejak awal, bangsa Indonesia tidak pernah menolak pengaruh dari luar, namun menyeleksi pengaruh luar itu dan mengadaptasi serta mengambil yang sekiranya baik untuk diterapkan (maka kita mengenal akulturasi dan asimilasi). Tidak perlu malu meniru selama itu baik dan membawa kemajuan bagi bangsa kita. Dapat kita bayangkan kelak, sepuluh atau dua puluh tahun dari sekarang apabila proyek sekolah impian ini berhasil. Berdasarkan data statistik dari Direktorat Pelaporan dan Statistik tahun 2004, anak Indonesia usia sekolah 5-7 tahun berjumlah total 39.246.700 juta jiwa. Dengan total yang tidak bersekolah ada 4.500.107 juta anak. Anak-anak ini perlu diberikan pendidikan. Lihatlah mereka yang besar di jalanan. Mereka mengerti kerasnya hidup, tetapi mereka tidak memiliki cita-cita untuk memperbaikinya karena mereka tidak mempunyai wawasan mengenai cita-cita yang dapat mereka impikan. Apa itu cita-cita, bagaimana cara meraihnya, dsb, yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka. Bayangkan, apabila proyek sekolah impian ini berhasil, 20 tahun lagi Indonesia setidaknya memiliki 40 jutaan pengusaha /wirausahawan /entrepreneur yang berarti berkisar 13% dari total penduduk Indonesia yang siap memberikan lahan pekerjaan bagi warga Negara Indonesia. Tiga belas persen adalah angka yang amat besar bila dibandingkan dengan target awal sebesar dua persen. Hal ini bukanlah angan-angan belaka. Kita dapat mewujudkannya. Bayangkan situasi Indonesia nanti disaat tidak ada lagi pengangguran, warga Negara sudah berpendidikan dan berwawasan, kemudian ditambah lagi Negara kita yang kaya akan potensi-potensi alam yang mengagumkan. Betapa indahnya Indonesia kita! Ingatlah kutipan dari The Founding Fathers kita, Bapak Ir. Soekarno : “Negeri kita kaya, kaya, kaya-raya, Saudara-saudara. Berjiwa besarlah, berimagination. Gali ! Bekerja! Gali! Bekerja! Kita adalah satu tanah air yang paling cantik di dunia”.
Bermimpilah!
Seperti kutipan dari Ir. Soekarno, berimagination! Bermimpilah! Sekarang saatnya sadar, kita anak muda penerus generasi bangsa harus memiliki pikiran yang visioner. Kita inilah generasi penentu, kita harus memberikan contoh sesempurna mungkin untuk adik-adik kita yang akan menjadi penerus kita nanti. Lihatlah, apabila kita cuek, acuh tak acuh, adik-adik kita tidak akan mengerti arti penting nasionalisme, seperti apa karakter bangsa Indonesia sesungguhnya, dsb. Generasi kitalah titik tombak masa depan Indonesia. Apabila kita melakukan usaha sejak sekarang,maka pribadi-pribadi seperti Andrew akan menjadi pribadi yang sangat berguna bagi bangsa kelak. Dengan kecerdasannya, kemampuannya, dan wawasannya, ditambah dengan karakter keindonesiaannya dan kecintaannya akan tanah air, maka kemampuannya akan senantiasa digunakan untuk memajukan bangasa Indonesia. Semangat! Apabila tidak dimulai dari kepedulian kita, siapa lagi yang akan peduli?
No comments:
Post a Comment