Perjalanan Sehari Menilik Upaya Masyarakat Peduli Sumber Mata Air di Kertasari Bandung
Oleh Finka Hendratantular
Adalah seorang Bapak yang bernama Dede Jauhari yang telah memulai inisiatif untuk menyelamatkan sumber mata air sungai Citarum yang sampai sejauh ini mendapatkan perlakuan yang kurang layak dari masyarakat sekitar maupun pemerintah daerah mengenai pencemaran yang selama ini telah terjadi di hulu sungai Citarum yang merupakan salah satu sungai yang telah banyak menghidupi masyarakat.
Pak Dede Jauhari terjun langsung ke lapangan membenahi masalah pencemaran sungai Citarum di hulunya dan juga melakukan pendampingan pada anggota MPSA lainnya dan masyarakat sekitar untuk melakukan aksi nyata yang serupa. Pak Dede dan anggota MPSA telah melakukan dua kegiatan pokok dalam rangka menyelamatkan sumber mata air Citarum. Yang pertama adalah dengan membuat kolam-kolam resapan untuk menampung air jernih agar tidak terjadi longsor saat hujan deras, dan agar air dari mata air dapat tertampung dan diserap kembali oleh tanah. Aksi yang kedua adalah dengan memusnahkan sampah-sampah yang dibuang begitu saja oleh masyarakat sekitar tepat di hulu dan mata air sungai Citarum yang padahal aliran mata airnya digunakan untuk keperluan warga sekitar juga untuk mandi, cuci-cuci, dsb. Sampai saat ini, kawan-kawan MPSA sudah berhasil membuat 1.847 buah kolam resapan yang bermanfaat untuk menampung air dari mata air. Sedangkan untuk memusnahkan sampah, mereka menargetkan waktu selama 2 minggu untuk menghilangkan sampah-sampah yang menumpuk di sekitar mata air dengan cara dipilah, dikumpulkan, ditimbun, ataupun dibakar.
Usaha ini tidak berhenti disini saja, masih ada tindak lanjut dari upaya yang telah dilakukan kawan-kawan MPSA. Rencananya, Pak Dede dan kawan-kawan sedang menyiapkan lahan yang cukup yang kelak akan digunakan warga untuk membuang sampah rumah tangga yang sebelumnya telah mereka pisahkan. Upaya penyediaan tempat ini adalah upaya lanjutan dari himbauan-himbauan yang dilakukan oleh kawan-kawan MPSA untuk menggalakkan warga agar membuang sampah pada tempatnya. Pak Dede berpendapat bahwa Ia dan anggota MPSA lain harus menyiapkan tempat membuang sampah yang memadai untuk warga, tidak boleh hanya menghimbau warga saja. Selama 3 tahun terakhir ini, MPSA juga telah menanam 30.000 pohon pada lereng-lereng bukit untuk dijadikan penyangga untuk mencegah tanah longsor. Upaya yang mulia ini ternyata tidak luput dari tantangan-tantangan. Banyak warga masyarakat Kertasari yang tidak mendukung kegiatan ini pada awalnya dan malah mencemooh upaya Pak Dede dan kawan-kawan untuk menyelamatkan hulu sungai Citarum. Pak Dede dan kawan-kawan MPSA sampai lelah meyakinkan warga untuk bersama-sama melakukan upaya penyelamatan mata air sungai Citarum yang sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka. Namun tantangan ini tidak menyurutkan niat Pak Dede dan kawan-kawan MPSA untuk menyelamatkan mata air sungai Citarum ini.
Refleksi Seorang Awam
Perjalanan berliku-liku kami tempuh sejak pagi dari kampus UNPAR menuju lokasi. Tak menyangka bahwa perjalanan akan sangat panjang dan berliku. Namun, ada kesan mendalam sejak perjalanan memasuki kawasan perbukitan di Bandung Selatan. Sepertinya sudah lama sekali mata ini tidak disuguhi pemandangan yang begitu hijau dan tentram mendamaikan. Deretan pepohonan tinggi, hamparan sawah yang berwarna warni, barisan perkebunan, serta langit yang cerah. Lukisan yang begitu indah telah diciptakan Tuhan rupanya terhadap alam ini, begitu juga dengan isinya.
Aliran mata air dan sungai yang tak kunjung berhenti, mengalir deras dengan kejernihan yang luar biasa mengagumkan. Dapat saya tuliskan seperti ini karena memang saya merasakan kesegarannya tadi. Sempat saya berhenti sejenak dan mencelupkan kaki dan tangan saya untuk dibasuh dengan air dari mata air asli hulu sungai Citarum. Sayang sekali keindahan dan kesempurnaan ini tidak dapat kita jaga dengan baik. Gunungan sampah memadati daerah hulu sungai dan mata air Citarum, memunculkan bau tak sedap dan kumpulan lalat dimana-mana. Rasanya, kejernihan itu hilang seketika dan berganti menjadi polusi dan pencemaran. Ditengah kelalaian ini, muncul secercah semangat baru yang dipelopori oleh Pak Dede Jauhari sebagai ketua dari MPSA. Beliau yang merupakan penduduk asli Kertasari rupanya tidak rela jika alam tempat dirinya dibesarkan tercemar begitu saja oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Beliau mengupayakan berbagai macam usaha untuk melakukan pembenahan dan pencegahan, untuk menyelamatkan dan mempertahankan kejernihan hulu sungai Citarum.
Beliau mengusahakan Forum Group Discussion dengan warga sekitar dan pejabat daerah untuk menginformasikan mengenai pembuangan sampah yang sebaiknya dipisah terlebih dahulu dan tidak dibuang di hulu sungai begitu saja karena akan mencemari masyarakat sendiri dan juga menunjukkan secara langsung keadaan di TKP. Tidak mempan hanya dengan bicara, Pak Dede dan anggota MPSA lain mulai melakukan aksinya dengan membuat kolam resapan dan memusnahkan sampah-sampah yang memenuhi hulu sungai dengan berbagai macam cara. Upaya yang perlahan namun pasti. Penanaman 30.000 pohon pun dilakukan untuk mencegah tanah longsor dikala hujan. Langkah selanjutnya setelah FGD dan pemusnahan sampah telah disiapkan MPSA, yaitu penyediaan tempat untuk membuang sampah, supaya warga tak lagi sembarang membuang sampahnya ke hulu sungai. Hulu sungai Citarum adalah permulaan dari banyak sumber-sumber air yang digunakan masyarakat, bahkan sampai keluar Bandung. Apabila dari hulu sudah tercemar, bagaimana masyarakat Indonesia dapat memperoleh asupan air bersih yang memadai? Seandainya semua orang berpikir dan dapat bertindak seperti pak Dede dan kawan-kawam MPSA, tentu negeri ini akan menjadi lebih sehat dan lestari.
Melihat kegigihan dan upaya yang telah dilakukan pak Dede dan kawan-kawan MPSA, saya jadi tersentuh bahwa sebetulnya, banyak juga masyarakat sekitar yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, bahkan dengan pengetahuan akademis yang seadanya. Tanpa pendidikan tinggi, pak Dede dan kawan-kawan MPSA telah memiliki kesadaran yang tinggi dan pandangan jauh kedepan mengenai dampak buruk dari pencemaran lingkungan, khususnya hulu sungai Citarum. Apabila upaya ini tidak buru-buru di support oleh semua pihak, termasuk juga kita sebagai akademisi, maka bisa saja mereka jadi “melempem” dan putus asa karena tidak mencapai hasil yang diharapkan. Jangan hanya mereka yang harus bergerak. Kita juga tentunya. Paling tidak dari hal yang terkecil terlebih dahulu yang dapat kita mulai dari pribadi kita. Seperti tidak membuang sampah sembarangan (sudah umum namun tetap penting untuk diingatkan), kemudian bisa juga mempublikasikan penelitian lapangan kita seperti ini, dengan begitu dapat menyita perhatian teman-teman lain dan dapat memberikan dukungan juga terhadap upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Dari upaya yang kecil bukannya tidak mungkin akan didapatkan hasil yang memuaskan kelak. Dengan adanya ketekunan serta komitmen, segalanya akan mungkin. Sayang sekali bukan apabila alam indah yang tadi masih dapat kita nikmati akan seketika rusak dan tercemar apabila kita tidak berupaya menjaganya. Saya percaya dengan kutipan ini, apabila kita baik pada alam, maka alam pun akan memberikan hal terbaik pada kita. Maka, jangan ragu untuk mencintai alam yang begitu indah ini dengan membantu merawat dan menjagannya dengan berusaha tidak mencemarinya.
No comments:
Post a Comment