Di sela hari yang ‘selow’ di kantor, aku melihat status bbm
teman yang cukup mengusik di pagi ini. “Apa makna NATAL bagimu?” begitu
tertulis pada status bbmnya.
Secara instan terlintas dipikiranku. Ya pasti kelahiran
Tuhan Yesus.
Namun kemudian pikiranku belum berhenti. Tapi ada juga sih
yang lain, bahkan lebih banyak lagi. Natal. Kalo mendengar dan membayangkan
kata ini, inilah yang ada dipikiranku: Kedamaian,
dekorasi natal, foto bareng santa, liburan, warna merah dan hijau, kue-kue
enak, udara sejuk, lalu pergi ke gereja. Hmmm. Iya sih, kalau mau sok
relijius, kita pasti bersikeras, kalau natal itu penting bagi umat kristiani. Penting.
Tidak bisa diganggu gugat. Padahal kalau ditanya apa maknanya bagimu, belum
tentu kita bisa merumuskannya dengan tulus.
Bahkan sebetulnya kalau kita berpikir secara filsafat, apa
ada yang namanya makna sesungguhnya? Tapi pada tulisan ini, kita tidak akan
mendebat secara keilmuan. Aku hanya ingin menyelami kembali apa sih makna natal
(minimal) bagiku?
Natal itu toh ada setiap tahun dan sudah pasti tanggalnya.
Sebelumnya pun ada masa-masa persiapan yang sudah disusun secara liturgis untuk
membantu kita mempersiapkan diri. Masa adven, pengakuan dosa, baru misa natal.
Namun, untuk natal kali ini, belum kurasakan sepenuhnya
bahwa aku telah memaknai dengan sesungguhnya.
Idealnya, bagiku natal ingin kurasakan sebagai hari dimana
aku telah berhasil melalui proses hidup selama setahun ini dengan baik. Kuingin
ada perkembangan positif diriku dari natal sebelumnya. Dan puncaknya, saat masa
adven tahun ini. Kuingin di masa adven aku sungguh merenungkan, segala yang
kulakukan adalah bukan untuk tujuan duniawi, tetapi untuk Tuhanku. Dan natal
juga menjadi ancang-ancangku untuk membuat resolusi tahun baru.
Namun kenyataannya, aku masih menemukan ‘pribadi lama’ yang
melekat. Sedikit kecewa, walau setidaknya aku telah menyadarinya. Kata orang,
perbuatan buruk yang kita sadari sudah lebih baik daripada tidak disadari.
Sebagai contoh saat hari pengakuan dosa kemarin, aku bahkan
tidak mengaku dosa dengan tulus karena aku sedang tidak dapat mengendalikan
diriku dari emosi. Padahal aku sedang mengaku dosa, tapi hatiku kesal. Sungguh
tidak afdol.
Ya, didalam kehidupan ini kita terus mencari apa yang benar,
bagaimana menjadi orang yang lebih baik, bagaimana meminimalisir dosa-dosa
kita. Bagaimana memaknai dengan sungguh-sungguh. Tapi pernahkah engkau
berpikir, dengan terus memikirkan cara yang tepat, yang benar, dll, kita malah
tidak fokus menjalankan segala yang ada? Sebagai manusia, tentu masih sulit
mengendalikan emosi. Namun, dengan kita menjalankan kehidupan dengan penuh rasa
syukur, tentu secara otomatis akan membantu kita memaknai kehidupan itu. Begitu
juga dengan natal. Dengan kita penuh rasa syukur menyambut natal, maka makna
itu akan muncul dan menerangi kita.
Buang semua kekhawatiran dan pertanyaan-pertanyaan yang
tidak perlu. Hiduplah dengan penuh rasa syukur!
Merry Christmas!
No comments:
Post a Comment