Monday, May 13, 2013

Can leader say : FED UP?

Satu minggu ini, ya begitulah timelinenya. Merasa muak dan sudah tidak ingin berbuat apa-apa. 
Trauma, campur kecewa, campur bosan, penat, dan merasa semua mimpi tidak ada yang tercapai.
Didalam hati dan pikiran : Ingin menyalahkan semua orang yang terkait, mempertanyakan dalam benak kenapa sih bisa begitu, kenapa sih ga bengini, coba kan ikutin waktu itu aku bilang apa, harus banget gitu menanggung kesalahan orang-orang?!, inginya senang-senang, stress dengan skripsi, stress dengan pekerjaan di masa depan, stress dengan keuangan keluarga, ingin diberi penghiburan dan perhatian, ingin berteriak dan mengumpat. 
Kenyataan dalam perbuatan : menjalani semua kegiatan dan pekerjaan dengan baik, tersenyum pada semua orang, membantu pekerjaan organisasi yang sebetulnya bukan temasuk job desc saya, memberikan inspirasi bagi orang-orang terdekat, mencari side job untuk menambah penghasilan, mengerjakan deadline skripsi, berusaha melamar kerja untuk masa depan.

Sakit fisik mulai terasa. Rasa mual setiap kali habis makan, perih, sakit kepala, dan rasa lemas, tidak bisa bangun pagi seperti biasanya. Asam lambung ternyata meningkat dan gejala sakit ginjal pun mulai terasa. Akibat kurangnya asupan air putih dikala ritme aktivitas meningkat. Pijat refleksi oleh teman yang berakibat luka lecet robek kulit dan perihnya bukan main. Sudah tak sanggup berkata apa-apa lagi. Ya sudahlah, jalani saja dengan senyuman. 

Dimulai Jumat itu, 
2 hari setelah PUPM 2013 berakhir. Muncullah surat gugatan dari pihak yang kalah. Isinya 21 gugatan mengenai pelaksanaan PUPM 2013 yang dinilai tidak cakap. Waktu pengaduan sebetulnya sudah habis, tapi dari sudut pandang mereka (2 kandidat kalah dan tim suksesnya) PUPM 2013 belum berakhir sebelum mereka menandatangani berita acara. 
Singkat cerita, kami memroses semua itu dan mengabulkan salah satu gugatannya, yaitu untuk mengadakan penjelasan setranspran mungkin, yang dapat dihadiri oleh pihak umum pada Selasa depannya.

Selasa minggu depannya
Mulailah penjelasan antara maks 10 anggota MPM dan 40an massa yang menggugat. 
kondisinya 1:4 dengan posisi tergugat dan penggugat. 
Dialog terjadi sangat alot, dan disaat kami (pihak MPM) ingin memberikan penjelasan, malah dikatakan memberikan debat atau sanggaran, entah harus dengan cara berkata seperti apa. 
dan ada statement dari rekan kerja saya yang juga saat itu sedang dalam posisi menggugat : "Udahlah, selama ini gw uda capek menjaga hubungan baik. Kalo emang ada yang salah, yaudalah dibahas aja, apa ruginya kalo berubah, terbuktikan dengan adanya permasalahan ini, berarti ada yang salah dengan akar permasalahannya". Padahal kami tidak ingin membahas akar permasalahan saat itu. Kami pun, khususnya aku sebagai ketua lembaga disana tidak tahu menahu ketika masuk, sudah seperti ini bentuknya. Dengan diklat 5 hari, pembekalan seadanya, perkenalan singkat dengan anggota lain dari 0, aku harus memimpin lembaga ini untuk 1 tahun kedepan. Bahkan akupun belum paham latar belakag anggota satu per satu. Singkat kata, kalau ingin membahas akar permasalahan, tidak bisa kita hanya mengikut sertakan yang sedang menjabat saja, yg nota bene : hanya penerus dosa asal. Kita juga harus menyertakan inisiator atau pencetus dari ide akar ini dong! Biar kalau ingin dikupas habis, kita tahu perjalanannya seperti apa. Mulai dari sebelum berubah, kemudian berubah, dan yang sekarang dipermasalahkan. Saya yakin, pasti ada alasan di setiap keputusan. Mungkin bisa berdasarkan tema waktu, keadaan internal, ataupun tuntutan teman-teman mahasiswa. Banyak sekali variabel-variabel penentunya, dan tentunya, kesalahan itu tidak bisa dilimpahkan pada 1 orang atau 1 lembaga saja. Malahan, idealnya, dilarang melimpahkan kesalahan kepada siapapun, kecuali kamu hanya ingin menjadi manusia yang kerdil. 
Kemudian, setelah gugatan demi gugatan dilayangkan, cercaan demi cercaan disajikan, pandangan sinis, pandangan 'saya pintar kamu bodoh' diutarakan berlangsung selama entah berapa lama, seingat saya sampai Pk 12 malam. Massa menuntut untuk membuka kotak suara yang berisi bukti pemilih. Sudah kami katakan sebelumnya bahwa tidak ada perbedaan antara yang ditulis komputer dengan bukti otentik kertas itu, paling hanya human error bagi yang salah memasukkan kotak. Membuka kotak hanya membuang waktu dan tenaga serta tidak memaksimalkan sistem baru yang telah ditelurkan oleh pembuatnya. 
Pada akhirnya, kami membuka kotak selama 5,5 jam sampai Pk set 7 pagi. Dan pada saat pengitungan ulang, sedikit yang menggubris. Hanya beberapa yang masih setia menanti hasil akhirnya. Sebagian besar malah tertidur dan pulang. Yang tadinya ada 40an orang, tinggal 10an orang. Dan hasilnya, sama. Tidak ada yang berubah. Hanya error 0,58% dari batas error 3,7% yang telah kami tentukan sebelumnya. 

Memang, saya secara pribadi mengakui adanya kesalahan fatal didalam penyelenggaraan PUPM 2013. Terbukti bahwa memperjuangkan demokrasi tidaklah mudah, kawan. Proses itu panjang, jangan mempertanyakan hasil kalau tidak ingin berproses. 
Saya menekankan bahwa segala upaya terbaik telah dicoba, terutama dari pihak penanggungjawab dan ketua penitia sebagai konseptor. Masalah teknis seperti kinerja kordiv, kebijaksanaan 'genting', dan masalah teknis lainnya, mohon juga diberikan perhatian. Di organisasi mahasiswa kita ini belajar untuk dewasa. Tidak bisa berlaku profesional layaknya di perusahaan. Kalau ingin profesional, kemudian apa taruhannya? Apakah selembar surat SP bisa dijadikan cambukan? Toh itu hanya selembar kertas, apalah artinya? Kita membutuhkan kesadaran dan komitmen pribadi. 

Kata maaf mungkin tidak cukup bagi pihak yang dikecewakan. 

Tapi ingatlah, perjalanan untuk menjadi pemimpin sukses, tidaklah instan. Selain memperkaya kualitas diri, kita juga perlu memiliki strategi, support dari tim, dan kedewasaan. Boleh bersikap kritis, tapi berikanlah juga solusi. Jangan hanya menuntut. Seperti kata JFK "ask not what your country can do for you — ask what you can do for your country". Berpedomanlah pada itu. 

Pesan : boleh menjadi oposisi, social control, tapi yang cerdas. Kalau memang bagus, berikanlah apresiasi. Kalau buruk, janganlah di black campaign, tapi berilah masukan yang membangun. Jadikanlah dirimu dewasa!

Hari-hari setelah Selasa itu
Lelah. Tampak sudah tidak tahu lagi, manakah yang fake, atau manakah yang membedakan urusan organisasi dan pertemanan. Sebagian besar tampak OK OK saja setelah hal itu berlalu. Tapi dalam benakku masih bertanya-tanya. "Apasih maunya mereka?". Belum lagi ditambah tingkah anak2 1 lembagaku yang belum bisa menerima perlakukan selasa itu. Padahal, ya aku berharap, semua bisa legowo. Terimalah kritik, sepedas dan setidak elegan apapun itu. Hanya sebagian yang berhasil, lainnya tidak. 

Ditambah negative komen dari 'pembina' kami yang kerapkali menjatuhkan. Pembandingan dengan MPM sebelumnya, pernyataan bahwa tahun ini aku gagal terbukti dengan ini, ini, dan ini lainnya yang sebetulnya tidak ada yang relevan. Yang aku butuhkan itu dukungan. Empowering. Yang ada sekarang, aku dapat hinaan dari teman, pembina, organisasi rekan kerja, dll. Begitu menyakitkan. Sepertinya yang telah kuusahaan 1 tahun ini dengan maksimal hanya menjadi sia-sia. Tidak ada positifnya. Padahal, mungkin saja tidak. Masih ada hal-hal positif yang bisa dibanggakan. 

Sekian.  



Freedom has many difficulties and democracy is not perfect, but we have never had to put a wall up to keep our people in, to prevent them from leaving us. [...] While the wall is the most obvious and vivid demonstration of the failures of the Communist system, for all the world to see, we take no satisfaction in it, for it is, as your Mayor has said, an offense not only against history but an offense against humanity, separating families, dividing husbands and wives and brothers and sisters, and dividing a people who wish to be joined together.-JFK   

   

No comments: