Wednesday, August 14, 2013

Inisiasi dan Adaptasi (2)

Peran kami sebagai MPM adalah menjadi pengawas Inisiasi dan Adaptasi yang diselenggarakan oleh LKM dan juga panitia fakultas/ program studi. Koordinatornya adalah dari komisi kemahasiswaan, Irfan. Hari pertama, perkenalan berjalan lancar. Konsep INAP 2012 dengan jargon Satu Pintu menjadi kenangan yang sulit terlupakan. Sebagai penyelenggara, Said dan kawan-kawan menyiapkannya menjadi INAP Gabungan terbaik sepanjang sejarah Unpar. Mulai dari konsep acara, pemilihan panitia, jalur koordinasi, sampai vendor yang terkait, semuanya disusun sangat rapih. Sebagai pengawas, kami tidak mendapatkan banyak kesulitan dalam bertugas. Kecuali mungkin hal-hal kecil yang masih dapat ditoleransi. Hubungan komunikasi terjaga dalam taraf normal.
Sampai pada akhirnya hari terakhir INAP fakultas, sebelum puncak acara terselenggara. Aku dan Astian sedang bertugas di filsafat dan juga Evans. Karena memiliki firasat buruk, aku meminta Evans untuk kembali lebih dulu ke Unpar Ciumbuleuit untuk berjaga-jaga. Karena di beberapa fakultas akan menjadi acara puncak INAP yang diisi dengan berbagai macam sesi yang belum tentu disenangi semua pihak.

Panitia Ospek Jurusan TI sedang Bergaya

Ilegal?
Sebagai alumni, boleh dong gw mengomentari hal-hal seputar kemahasiswaan yang mungkin dulu tidak bisa gw ungkapkan langsung. Mungkin semuanya juga udah menebak kira-kira apa topiknya. Iya, mengenai ospek ilegal. Mungkin Unpar hanya 1 dari sekian banyak universitas di Indonesia yang masih memiliki beberapa ospek ilegal. Sebetulnya, mahasiswanya sendiri sih yang melabeli acaranya sebagai acara ‘ilegal’. Ilegal bisa dalam artian tidak ada proposal kegiatan, dilaksanakannya sore-malam diluar pengawasan pihak universitas DAN acaranya BELUM TENTU diperbolehkan oleh pihak universitas. Begitulah mahasiswa. Kreatif dan senang melanggar aturan.

Kalau gw pribadi, sering mendengar komentar kritis dari nyokap gw. Karena beliau tidak kuliah di Indonesia, dan ditempatnya kuliah dulu, tidak ada yang namanya ospek-ospek seperti di Indonesia. Nyokap bilang, sebetulnya ospek-ospek ilegal itu ga perlu. Dimarah-marahin, disuru ini itu, di peloncoin, apalagi sampe ada kekerasan fisik (yg untungnya di Unpar uda gaada lagi sih). Orang buktinya mama ga digituin bagus2 aja kok hasilnya. Yang penting tuh mahasiswa diberikan pengertian tentang kampusnya, dosen-dosennya siapa, fasilitasnya apa saja, dll. Tidak usah dikerasin, emangnya mau masuk militer?! Ya begitulah komentar yang sering ada dirumahku.

Tapi, menurut gw pribadi, anak-anak di Indonesia itu berbeda. Semakin kesini, semakin manja. Harus ditekankan mengenai sopan santun dan kedisiplinan. Gw setuju kalau masih ada sesi serius yang diperuntukkan untuk membina ini. TAPI, yang membinanya juga harus berpengalaman. Ini bukan ajang untuk menunjukkan kekuasaan atau memamerkan wibawa. Memang sih, tidak bisa dipungkiri, waktu ospek, saat kemunculan adik-adik baru pasti kita sebagai mahasiswa yang lebih senior ingin menonjolkan diri dan mencari eksistensi lebih. Hal itu wajar, tapi tidak boleh berlebihan. Tunjukkanlah diri kita sebagai senior yang bisa dijadikan teladan dan inspirasi bagi mereka. Dengan prestasi kita, keaktifan kita, terobosan-terobosan yang kita buat, pergaulan yang tidak pandang bulu, dan pintar membawa diri dalam situasi apapun.  
   
Ospek ilegal biasanya diadakan diluar kegiatan resmi universitas, dan bisa dipastikan diatas jam 5 sampai tengah malam. Dengan logika yang ada, kegiatan di malam hari yang menguras tenaga dan pikiran tidak baik dilakukan. Pertama angin malam itu bikin cepat sakit, kedua istirahat yang kurang akan berdampak pada kurang efektifnya kegiatan di esok hari, ketiga waktu mahasiswa mengenali lingkungan sekitar kampus serta teman-teman lain jurusan akan berkurang drastis. Bayangkan, kalau mestinya pulang pk 17, mahasiswa masih bisa berjalan-jalan sekitar kampus melihat jajanan yang ada, berkenalan dengan teman kosannya dsb, disaat euforia itu masih ada, tapi kalau ada ospek ilegal, maka mahasiswa yang pulang ke rumah atau kosan sudah terlalu lelah dan langsung tidur atau bahkan lembur mengerjakan tugas hanya dengan teman sekelompoknya saja. Tidak sempat berkenalan dengan lingkungan sekitar dan teman-teman lainnya. Panitia yang menyelenggarakan pastinya juga dihantui rasa was-was akan resiko kepergok yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Jadi mempengaruhi kondisi psikis saat menyelenggarakan kegiatan yang pastinya akan berimbas pada mahasiswa baru yang mereka bina. Keresahan, emosi berlebih, dan aura negatif akan menularkan mahasiswa baru.

 Jadi poin gw dalam sub judul ini adalah. Mengenai perlunya materi kedisiplinan untuk mahasiswa baru tapi tentunya yang anti kekerasan. Ospek ilegal itu tidak baik. Waktunya tidak dapat di prediksi dan biasanya sampai malam. Alangkah baiknya kalau materi ini dibawakan oleh mahasiswa tetapi dengan persiapan matang dan uji coba terlebih dahulu yang didampingi dengan dosen atau pihak dekanat. Dosen dan dekanat juga harus percaya pada panitia penyelenggara Ospek. Jadi, materi tersampaikan dan dilaksanakan secara legal. 

Mengenai Program Studi yang Dihentikan Ospeknya.
Ya, melanjutkan pengantar di awal cerita, ternyata tepat sekali setibanya Evans di kampus Ciumbuleuit, Chandra dan Vincent menghadapi salah satu peristiwa buruk dalam kehidupan perkuliahan mereka. Sebagai perwakilan mahasiswa dari program studi teknik industri, yang juga menjadi ‘penanggung jawab’ dan tumpuan dari ketua himpunan mereka, Chandra dan Vincent harus menjadi saksi pembubaran ospek jurusan TI yang dipanitiai oleh anak-anak TI. Hal ini dilakukan oleh dosen mereka sendiri. Usut punya usut, dosen ini memang kurang bersahabat dengan kegiatan kemahasiswaan. Dengan sesi ‘marah-marahan’ yang dilakukan panitia kepada mahasiswa baru, sang dosen langsung membubarkan ospek (lagi-lagi dengan sepihak). Terlepas dengan alibi dan alasan pembubaran si dosen, kami sebagai mahasiswa, tidak terima. Susunan acara yang sudah dipersiapkan sedemikian rupa, impian akan kesuksesan acara, dan lain-lain tiba-tiba terhenti. Menurut akal sehat saja, kalau ada acara atau pesta dan tiba-tiba ada orang tidak berkepentingan membubarkan acara itu, tentu tidak baik. Padahal belum tentu orang itu tahu maksud dan tujuan yang tersirat dalam kegiatan tersebut. Sebagai penanggung jawab, ketua Jurusan ataupun Dekanat juga tidak membela. Konflik yang dipertontonkan kedepan mahasiswa baru yang belum tahu apa-apa adalah sangat tidak etis. Ada cara lain yang jauh lebih terpuji dibandingkan dengan membubarkan sepihak. Karena turut mengikuti kronologis atau proses sampai pelaksanaan ospek jurusan TI ini, saya, Said, Evans dan teman-teman lain sepakat untuk unjuk gigi. Kami mengadakan protes dalam bentuk ‘dialog damai’. Kami secara resmi mengundang pihak dekanat TI dan dosen terkait. Dengan tujuan menyelesaikan permasalahan dan mencegah agar tidak terjadi lagi. Dengan mediator dari pihak rektorat, kami mengungkapkan ‘tuntutan’ kami. Rasa kecewa yang teman-teman TI rasakan kami wakilkan dengan tuntutan. Pada forum itu, kami menuntut permohonan maaf secara resmi oleh dosen terkait dan tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi. Namun pada akhirnya dosen terkait meminta maaf pada saat forum saja yang hanya diwakilkan oleh beberapa panitia. Tapi, kami menghargai itikad baik dosen terkait dan menerimanya.

Got some points.
Pelajaran ini menurut saya sangat berharga. Dosen dan mahasiswa harus sama-sama menjaga komunikasi dan emosi, apalagi dalam rangka menerima mahasiswa baru. Emosi yang ditunjukkan secara berlebihan itu tidak baik. Emosi itu sifatnya egois karena ingin dimengerti dna dimaklumi. Coba pikirkan, diri kita akan jauh lebih baik apabila dlilihat saat tidak dalam keadaan emosi. Tentunya emosi negatif (marah dsb). Dan pelajaran lain yang saya temukan adalah, pemikiran dosen dan mahasiswa sulit untuk diharmonisasikan. Untuk mencegah konflik saya mengusulkan untuk membagi secara adil. Acara mahasiswa dan acara dosen. Tetapi semua harus dapat dipertanggung jawabkan. Tentu nuansanya akan berbeda. Mahasiswa barupun akan dapat menilai dan menerima hal-hal baik yang diutarakan dengancara yang berbeda. Semua punya maksud baik dengan gaya yang berbeda. Terkadang kita harus jeli dan berani mengambil keputusan untuk memisahkan kedua acara itu agar hasil atau dampak yang dicita-citakan tidak tercemar. Belum tentu acara inisiatif dari dosen yang diselenggarakan oleh mahasiswa akan sesuai dengan harapan dosen tersebut. Begitu sebaliknya. Karena pada hakikatnya, manusia akan menghasilkan karya yang maksimal apabila mereka menyukainya (passion).


-Sekian/ 6 minutes reading duration-  
Photo grab from Nadia Luvitasari

1 comment:

Anonymous said...

2 tahun berlalu sudah... Sebagai mahasiswa angktn 2012, saya SANGAT TIDAK SETUJU dengan ospek yg sarat akan kekerasan Verbal.... 2 thn stelah ospek tsb saya sama sekali tidak mendapat manfaat dr bentakan/marah-marah senior... Alasan untuk 'melatih mental' itu omong kosong dan sangat tidak masuk akal. Jujur saja, teman2 seangkatan sy (angktn 2012) yg skrg jd tim marah2 di ospek faklts/jurusan 2014 sebagian besar memiliki motivasi utk 'pamer power' atau sekedar balas dendam. Sebagai univ. yg mengaku sebagai univ. katolik harusnya UNPAR malu. Mengapa? Karena Tuhan Yesus mengajarkan KASIH, bukan kekerasan...
Klo Indonesia mau maju, rombak sistem pendidikan... Contohlah singapura... Coba lihat video ini yah! http://m.youtube.com/watch?v=kYPNdUDbJ8s
Coba belajar dr guru singapore yg bernama Mr. Kumar.. Dia berhasil mengubah seorang anak yg sangat nakal (sampe prnh dipenjara dan pecandu narkoba) menjadi seorang sukses dan menjadi konselor dan memotivasi anak2 yg memiliki masalah...
Salam....
Bakuning Hyang Mrih Guna Santyaya Bhakti
Berdasarkan Ketuhanan menuntut ilmu untuk dibaktikan kpd masyarakat