Wednesday, August 14, 2013

Inisiasi dan Adaptasi (1)

Tidak terasa waktu berlalu (klise banget) cepat sekali. Sudah satu tahun semenjak INAP 2012 sampai sekarang. Di saat kepengurusanku sebagai ketua MPM dan Said sebagai presiden mahasiswa sudah resmi berganti (karena kami resmi dikenalkan satu per satu pada publik ya pada saat INAP inilah). Peristiwa yang sebetulnya rutin setiap tahun ini mengusikku untuk menulis blog. Karena sejatinya, kisah setiap tahun pasti berbeda dan memiliki keunikan masing-masing.

Kusebut kisah tahun lalu adalah : Berjuang demi kebenaran hak.

Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan Angkatan 2012

Jajaran Rektorat membuka Sidang Pembukaan Tahun Akademik

Welcoming Speech Behalf of Student Representative Assembly



Mengapa kupilih judul itu? Mari simak kisahnya.
Di kampusku, sistem kepengurusan/pemerintahannya bersifat semi-demokratis- menurutku. Jajaran rektorat dan jajaran mahasiswa pada waktu tertentu dapat dipersilahkan duduk bersama membicarakan konsep dan setelah itu bersama-sama melaksanakan pembagian tugas yang sudah disepakati sebelumnya. Biasanya, mekanismenya seperti ini. Pertama, kami sebagai pengurus lembaga kemahasiswaan diberikan undangan pertemuan dengan jajaran rektorat. Di pertemuan itu, rektorat memaparkan secara kasar mengenai perencanaan yang sudah ada, lalu, kami dari lembaga kemahasiswaan diberikan waktu untuk memberikan pendapat dan masukan. Biasanya untuk hal rutin ada 2 sampai 3 kali pertemuan. Di pertemuan berikutnya, pendapat dan masukan dari kami turut dibahas. Apabila dirasa lebih baik, maka usulan kami dapat dijadikan keputusan bersama. Namun, karena tadi diawal aku mengatakan ‘semi’ maka ya tidak sepenuhnya demokratis juga. Kemungkinan usulan dan masukan kami yang dijadikan keputusan perbandingannya yaitu 80:20 atau bahkan sesungguhnya 90:10. Perbandingan ini tidak dapat dijadikan patokan, karena pada isu atau kasus tertentu, kampusku bisa juga lebih mengacu pada pendapat mahasiswa. Tapi yang jelas, selama aku dan Said menjabat sepanjang tahun kemarin, kejadian yang lebih banyak adalah kondisi yang pertama. 80:20 atau 90:10. Nah setelah pada pertemuan ke 2 dan ke 3 muncul keputusan, maka akan segera disusul dengan surat edaran yang berisi lampiran Keputusan Rektor atau Keputusan Universitas yang resmi. Berhubung dalam rangka INAP maka yang terbit adalah SK Rektor mengenai INAP atau Inisiasi dan Adaptasi.

Pada waktu itu, aku, Said, dan teman-teman lain dengan semangat dan antusias mengikuti pertemuan pertama tentang pemaparan rencana pelaksanaan INAP. Dipimpin oleh WR III kami tercinta, Romo Tarpin. Ada beberapa masukan dari kami mengenai waktu pelaksanaan. Kami memberi masukan berdasarkan aspirasi teman-teman mahasiswa. Waktu itu, kami menginginkan supaya pada tanggal 17 Agustus 2012 setelah upacara, acara INAP fakultas dan program studi dapat dilanjutkan. Karena, sebelumnya, INAP ditutup saat upacara bendera. Saat itu kami bernegosiasi bersama Romo Tarpin, beberapa dekan dan beberapa wakil dekan. Dan akhir dari pertemuan itu adalah tanggal 17 Agustus 2012 setelah upacara bendera, INAP fakultas dapat dilanjutkan s.d pukul 15.00. Pada Pk 15.00 kampus harus sudah bersih dari mahasiswa. Begitu keputusannya. Notulensi pun ada di pihak kami dan rektorat. Maka, setelah pertemuan itu berakhir, Said buru-buru mengadakan pertemuan dengan para ketua himpunan dan ketua OSFAK untuk memberitahukan berita ini. Saya juga berada disana. Setelah semua mengerti dan setuju, kami bergegas menyiapkan.

Namun, bagaikan petir di siang bolong, sore-sore sekitar pk 15.00 beberapa hari setelah pertemuan itu, muncullah SK Rektor mengenai INAP ini yang sudah kami nanti-nantikan. Aku di MPM menerima terlebih dahulu sebelum Said surat yang diantar pekarya. Aku langsung mengecek isinya dan ternyata ada yang berubah. Di SK itu dituliskan bahwa INAP berakhir pada tanggal 17 Agustus 2012 setelah upacara bendera. Upacara bendera dijadikan kegiatan puncak penutupan INAP. Dan hal itu berarti, tidak ada kegiatan lagi setelah upacara bendera dan keputusan ini berbeda dengan kesepakatan awal kami pada pertemuan sebelumnya. Aku segera menghubungi Said via line telepon. “Id, sebentar lagi lu bakal dikirim surat SK Rektor tentang INAP dan ternyata tanggalnya berubah. Kita gabisa adain kegiatan setelah upacara bendera”. Sepuluh menit kemudian, Said dan beberapa anak LKM (yang aku ingat ada Dito, Melvin, Jaya) langsung ke ruang MPM dan kami berunding. Walau hanya beberapa jam saja plus dipotong shalat Jumat, waktu itu sangat berharga bagi kami mahasiswa untuk mengadakan OSFAK. Pertimbangannya bukan karena malu karena masukan kami seperti tidak dianggap, tapi lebih ke pertanggungjawaban kami pada teman-teman di fakultas dan program studi yang sudah menyusun dengan detail teknis acara dan materi yang ingin mereka sampaikan pada mahasiswa baru. LKM dan MPM saat itu sepakat akan ‘naik banding’.
SK sudah keluar, tidak mungkin direvisi. Kami berunding dan berargumen. Apa langkah yang akan kami lakukan. Sebelumnya, kami mengidentifikasi terlebih dahulu, apa yang kira-kira terjadi pada rapat di jajaran rektorat sehingga keputusan semula berubah. Kami saling bercerita dan bertukar informasi. Kami bertanya pada Romo, Ibu Ros, Mas Pur, Bang Mangadar, Ibu Heni, Ibu Tiur, Ibu Tetty dan Pak Santosa. Kami membawa notulensi rapat bahkan surat keputusan yang semula akan diterbitkan sebelum SK keluar mengenai keputusan bersama itu dan mengutarakan pada pihak yang terkait. Semua kami datangi untuk mengumpulkan informasi. Kira-kira ber delapan atau bersepuluh, MPM, LKM, dan bebrapa kahim turun tangan ikut serta bergerilya. Data dan informasi berujung pada kesimpulan bahwa Dekan Teknik, Dekan Teknik Industri tidak setuju dengan keputusan semula. Ditambah dengan Dekan Ekonomi yang mengikut suara terkuat. Dengan kesimpulan ini, kami memikirkan bagamana caranya merebut hak kami kembali. Bagaimana memperjuangkan kebenaran dan memutus tali ‘manut’ dari sosok seorang mahasiswa Unpar. Dengan jelas kukatakan pada Said, “Gw ga setuju kalau kesepakatan dilanggar begitu aja. Ini bukan contoh yang baik yang mereka tunjukin ke kita.” Dengan tegas Said mengajak,” Ayo Fin, kita bikin forum dengan jajaran rektorat dan dekanat.”

Tujuan kami membuat forum adalah agar semua dapat mengutarakan pendapat. Semua pihak dapat saling bertemu dan berbicara satu sama lain menyelesaikan persoalan. Kami akan menjelaskan dengan runut berdasarkan notulensi, bagaimana keputusan semula bisa keluar. Dan betapa kecewanya kami saat keputusan itu berubah sepihak. Kami juga memberikan statement, apa permintaan kami. Semua sudah kami pikirkan matang-matang. Tetapi, aku melihat ada satu hal yang mengganggu. Hal ini mengenai Romo Tarpin. Sepertinya tuduhan-tuduhan kami akan mengarah pada Romo, karena secara praktis, Romolah yang bertanggung jawab akan keputusan ini. Rektor sekalipun tidak turut langsung mengetahui urutan permasalahannya. Ada sedikit rasa khawatir pada Romo Tarpin. Tidak tega juga kalau beliau dipersalahkan. Akhirnya, sebelum forum itu, aku sempat bbm ke Romo. Romo, yang kami perjuangkan itu bukannya pengakuan atau arogansi, tapi kebenaran lho Romo. Tidak baik apabila di kampus ini tercipta kebudayaan main ambil keputusan sepihak seperti itu.

Setelah itu, forum dilaksanakan. Rektor berhasil kami undang. Beberapa dekan dan wakil dekan juga hadir. Aku diposisi sebelah Rektor, Said diposisi pengemuka tuntutan. Para Notulen siap, dari LKM dan MPM. Forum terlaksana dengan panas. Beberapa mahasiswa mengemukakan pendapat, beberapa dari pihak dekanat juga. Dari teknik diwakilkan dosen, dari teknik industri ada wakil dekan. Saling beradu argumen dan tiada ujung. Romo jadi pihak yang disalahkan dan yang mengakui kesalahan dengan sangat menyentuh. Keputusan akhirnya, kami dapat mengadakan acara setelah upacara bendera sampai pk 14.00 dengan koordinasi dengan dekanat. Namun ada beberapa program studi yang tidak menggunakannya karena dirasa sudah cukup sampai upacara saja. Perjuangan panjang demi merebut hak ini akhirnya selesai dan tugas kami berikutnya adalah mengawal INAP. LKM berada di posisi sebagai pelaksana INAP Gabungan, MPM sebagai pengawas INAP Gabungan dan INAP Fakultas. LKM juga turut menjadi pengawas INAP Fakultas. Evans sebagai Internal Inspektor berperan lebih dalam hal ini. Selain mengawasi, dia juga bertanggung jawab penuh apabila terjadi persengketaan karena ini menyangkut kemahasiswaan.
Perjuangan itu punya tujuan tapi tetap dengan ketulusan. Pada akhirnya kita tidak tahu perjuangan itu akan berhasil atau tidak. Tapi kalau tidak mencoba sepenuh hati memperjuangkan, kita tidak bisa merasakan dan memaknai apa tugas kita sebenarnya dan siapa yang berada dibawah tanggung jawab kita. Perjuangan yang tulus juga memberi inspirasi dan pelajaran bagi yang lain. Untuk kisah ini, saya bersyukur punya teman seperjuangan seperti saudara Said.  

-Bersambung-   
 (untuk dikenang/ 4-5 minutes reading duration)       


No comments: